Kota Bima, Timurheadlinenews_
Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat kerawanan Bencana paling tinggi di Dunia, nyaris semua bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan alam terjadi di belahan wilayah Indonesia. Hal itu diungakpakan oleh CEO Yayasan Relief Islamic Indonesia, Ade Reno S, saat diskusi Kick off Meeting Workshop Project Budloc bersama Pemerintah Kota Bima di Aula Kantor Bappeda, Rabu (24/5/2023).
“Hal itu dibuktikan dengan adanya tsunami aceh, longsor dan banjir yang melanda seluruh penjuru tanah air, termasuk Kota Bima pun pernah mengalami kisah pilu ditimpa bencana banjir bandang kala itu,” beber Ade.
Ia menjelaskan semua peristiwa yang menimpa tersebut telah mengubah pola pikir untuk upaya antisipasi awal, dengan mitigasi bencana, kesiapsiagaannya, dari pemerintah pusat sampai daerah sigap menghadapi setiap bencana, sehingga menjadikan Indonesia sebagai tempat laboratorium bagi dunia untuk belajar menghadapi dan menangani bencana.
Indonesia saat ini, menjadi urutan ke 14 di dunia yang memiliki resiko akibat perubahan iklim, permukaan air laut saat ini meningkat dibanding 20 tahun yang lalu, hal yang sama terjadi pada terumbu karang, kebanyakan terumbu mengalami penurunan tumbuh dan memutih, menyebabkan kehidupan air laut terganggu terutama ikan, berkurang drastis.
“Ikan kehilangan rumahnya, dulu nelayan kalau mencari ikan, jarak satu sampai dua kilometer sudah mendapatkan ikan, sekarang harus ber mil-mil baru bisa mendapatkan ikan yang banyak, artinya begitu rusaknya iklim saat ini tempat habitat mereka berkembang,” ungkapnya.
Ade menyebut, data indeks resiko bencana Indonesia, resiko bencana provinsi NTB masuk pada skala menengah. Sementara resiko iklimnya berdasarkan hasil penelitian bersama IPB dengan nama ‘Project Claimer Projection’ yang telah memproyeksi iklim 30 tahun mendatang atau tahun 2050 akan ada peningkatan suhu sebesar 1 persen, di tahun 2060 akan ada peningkatan suhu antara 1.6 hingga 2 derajat Celsius.
Sedangkan curah hujan pada waktu tersebut menurut Ade, akan mengalami peningkatan dan penurunan sebesar 5 persen antara Desember-Februari, sebagian tempat curah hujan tinggi, dan sebagian tempat alami kekeringan.
“Melihat Siklus ini, perubahan iklim itu sudah nyata adanya, yang berdampak pada sektor pertanian, perikanan dan sektor kehutanan, ini yang perlua Kita siapkan untuk menghadapinya,” jelasnya. (tim)